Sebuah Renungan Untuk Para Pemimpin
Muhammad Fauzil Adhim dalam bukunya “Dakwah yang Mengubah, Kepemimpinan yang Memberdayakan” memaparkan bahwa seorang pemimpin adalah seseorang yang melihat yang tak terlihat, mendengar yang tak terdengar. Pemimpin meneukan “jalan”. Pemimpin menggabungkan titik – titik potensi, mengetahui yang terpenting untuk mereka. Pemimpin menyambungkan segenap kekuatan. Pemimpin menyadari kekuatan dan menghargai kekuatan. “Dan setiap dari kita adalah pemimpin”, begitulah Kanjeng Rasulullah pernah berkata.
Sebagai pemimpin, masing2 individu hendaknya memiliki skill manajerial. Apa itu? Masing2 tentu punya teori.
Rasulullah datang membawa motivasi. Lalu mendidik para sahabat dalam tarbiyah yang intens. Menyiapkan mereka untuk mengenalkan Islam. Sebagai agama yang indah. Sebagai agama yang damai.
Rasulullah melakukan syura' (musyawarah) dalam menghadapi setiap persoalan berat, dengan melibatkan banyak pihak tentunya.
Dan yang terpenting, beliau adalah inspirasi yang tak pernah habis.
Motivating, Educating, Instructing, Discussing, dan Inspiring.
Selebihnya?
Tawadhu'..
Apakah tawadhu'? Dan apa pula pentingnya tawadhu' dalam kehidupan bermasyarakat??
Saya ambil satu contoh yang terdekat dengan kita saat ini..
Suatu hari, suatu ormas (organisasi masyarakat) mengadakan kegiatan pengobatan gratis di suatu wilayah perkampungan yang tak terjangkau modernitas. Sebut saja ormas itu FPI.
Seorang ibu tua berpendidikan rendah bertanya kepada petugas yang sedang mengukur tekanan darahnya, “Mas, pengobatan gratis ini dari mana ya?”
“Ini dari FPI, Bu..”, jawab petugas.
“Dari Jakarta ya, Mas?”, tanya si ibu/
“Iya, Bu..”, kata petugas.
“Lha FPI itu apa to, Mas?”, tanya ibu tua itu lagi.
“FPI itu yang jelas ya beda sama PKI !”, jawab petugas itu agak kesal.
Dinilai dari sisi manapun, jawaban ini bukanlah jawaban seorang da'i, bukan jawaban seorang pelayan ummat, apalagi jawaban seorang pemimpin.
Bahkan bukan jawaban orang yang bisa menjawab pertanyaan.
“Gajah itu apa, to?”, “Oo, gajah itu pokoknya bukan kudanil”
Menyedihkan.
Tapi mungkin pernah terjadi.
Dengan jawaban ini, si ibu tak lantas menjadi tahu apa itu FPI, dan takut bertanya lagi karena merasa terbentak.
Jawaban yang tidak cerdas dan berefek menjauhkan manusia dari da'wah ini, tentu berawal dari akhlak yang error.
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia karena sombong dan jaganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai”
(QS Al Luqman : 18 – 19)
Bahkan, Allah menegur ekspresi ringan semacam mimik wajah, cara berjalan, dan gaya bicara, jika semua itu menunjukkan keangkuhan dan menjauhkan manusia lain dari da'wah.
Suatu saat di masa kepemimpinannya, Umar Ibn Khaththab r.a. menemui kaum muslimin di masjid dengan wajah tidak seperti biasa. Ada gurat aneh, ada air muka yang memasam, ada sorot mata yang gundah.
“Apa yang kau gelisahkan, wahai Amirul Mu'minin?”, tanya seseorang.
Beliau menjawab. “Aku tidak mengkhawatirkan kaum muslimin. Yang aku khawatirkan justru ketika tidak ada lagi yang mengingatkanku di kala aku khilaf karena rasa sungkan dan rasa segan !”
“Demi Allah !”, kata seorang sahabat sambil menghunus pedangnya, “Jika engkau bengkok, kami yang akan meluruskanmu dengan pedang ini !”
“Segala puji bagi Allah”, tukas Umar, “Yang mengaruniakan pada Umar orang yang akan meluruskannya dengan pedang !”
Demikianlah.
Seorang pemimpin besar seperti Umar memiliki sifat kerendahan hati yang begitu luar biasa.
Seorang Rasulullah, yang padanya Allah memberikan pengetahuan tanpa batas, memiliki kemampuan yang mungkin tidak sembarang orang miliki, namun tetap merendahkan wajahnya ke bumi.
Tawadhu'..
Lantas, bagaimana dengan pemimpin negeri ini?
Bagaimana dengan mereka yang mengaku menegakkan 'amar ma'ruf nahyi-l munkar di negara ini?
Yang dengan segala ketengadahan kepala menganggap dirinya sebagai perpanjangan tangan Tuhan di bumi?
Siapakah yang akan mengingatkan mereka?
Sungguh, seorang pemimpin bukan hanya seorang hakim bagi yang dipimpinnya, melainkan juga mampu menjadi langit.
Yang menaungi, namun menghadapkan mukanya ke bumi.
Dan sesungguhnya kesempurnaan hanyalah milik Allah semata..
Salam.
---
Monday, January 24, 2011 at 7:49pm
0 komentar:
Posting Komentar